Kepala BNPP Tak Mau Kasus Sipadan dan Ligitan Terulang Lagi

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prof. H. M. Tito Karnavian, Ph.D, yang juga Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menegaskan pemerintah sangat serius untuk segera menyelesaikan persoalan terkait tapal batas negara. Badan pengelola perbatasan yang dipimpinnya, salah satu yang ikut berperan dalam menuntaskan masalah tapal batas negara. Sehingga, kasus Sipadan dan Ligitan yang lepas dari Indonesia tak terulang lagi. 

"Saya selaku Kepala BNPP, salah satu tugasnya adalah yang utama meng-clear-kan garis batas darat, laut dan udara dengan negara tetangga," kata Mendagri saat memberikan keterangan pers usai menghadiri acara Rapat Koordinasi Nasional Pengamanan Perbatasan Negara (Rakornas Pamtas) di Jakarta, Rabu (11/3). 

Ia mencontohkan, persoalan tapal batas negara di darat. Kata dia, di darat, Indonesia berbatasan dengan tiga negara. Sementara di laut dan udara berbatasan dengan 10 negara. Dari semua itu, ada titik-titik yang masih dipersoalkan antara Indonesia dengan negara tetangga. Contohnya dengan Malaysia di wilayah perbatasan Kalimantan. "Di Kalimantan itu ada 9 titik, di Kalbar, Kaltim, Kaltara. Tapi Alhamdulillah awal tahun ini kita selesaikan dua titik. Jadi masih ada 7 titik lagi," ujarnya. 

Pada pinsipnya Mendagri menegaskan, pemerintah agresif untuk menyelesaikan persoalan tapal batas, baik itu melalui diplomasi maupun pertemuan-pertemuan formal dan informal. Ini semua dilakukan supaya tidak terulang lagi seperti kasus dulu, di mana Sipadan dan Ligitan lepas dari Indonesia. 

"Kemudian dengan Timor Leste juga kita ada beberapa titik. Paling tidak 3 titik yang perlu kita clear-kan. Kemudian juga di Papua Nugini itu tidak ada permasalahan yang utama, tapi batas titiknya, tapal batasnya panjang 800 km lebih. Titik batasnya ini patoknya masih panjang, jarang, harus dirapatkan lagi, itu kira-kira," ungkap Mendagri. 

Permasalahan lainnya kata Mendagri, terkait masalah di wilayah laut. Masih ada masalah terkait dengan landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) serta teritori laut dengan beberapa negara tetangga. Ini tentunya harus segera di-clear-kan. 

"Belum lagi masalah pulau-pulau terluar, pulau-pulau terluar yang kosong sepi, itu ini juga harus diamankan. Jadi kita berusaha untuk menyelesaikan semua persoalan-persoalan batas negara dengan negara lain baik darat, laut dan udara," katanya. 

Tugas lainnya yang tidak kalah penting, menurut Mendagri, terkait dengan lalu lintas barang dan orang di tapal batas yang mesti ditertibkan. Untuk itu, pemerintah sudah menempuh langkah, misalnya dengan memperbanyak pos lintas batas. 

"Kita bersyukur dalam periode pertama Bapak Presiden Jokowi sudah membangun dan memodernisasi 7 pos lintas batas, 3 di Kalimantan, 3 di NTT berbatasan dengan Timor Leste, dan satu di Papua di Skouw. Tahun ini atas perintah beliau (Presiden Jokowi) ada 11 yang dibangun. Satu sudah selesai di Merauke. Dan masih ada 10 yang kita harapkan paling lambat awal tahun depan selesai. Sehingga bisa bertambah lagi 11. Baru kemudian ada beberapa lagi yang dibangun secara bertahap sampai 2024," urainya. 

Mendagri juga menyinggung soal perbatasan di Kalimantan. Kata dia, di sana, garis batasnya tidak begitu jelas. Lalu lintas secara tradisional yang bersifat ilegal bisa terjadi jika tidak ada kontrol. Misalnya perlintasan orang dan barang secara ilegal. "Ya kalau barangnya cuma sembako, kecil-kecilan. Tapi kalau itu narkotik, barang kimia yang berbahaya, detonator untuk bom ikan atau bom teroris, lintas batas orangnya adalah human trafficking, penyelundupan senjata, terorisme, itu kan berbahaya buat Negara," kata mantan Kapolri tersebut. 

Di samping itu kata dia, lalu lintas yang tidak terkontrol otomatis mengurangi pendapatan negara. Khususnya dari bea masuk dan bea keluar. "Kan seharusnya ada biayanya Negara untuk menambah APBN kita. Nah, itu kira-kira untuk menambah pos lintas batas nasional. Yang terkahir adalah kita ingin memperkuat daerah-daerah perbatasan ini sesuai dengan konsep Bapak Presiden, Nawacita beliau, membangun dari pinggiran. Mana pinggiran itu? Pinggiran itulah perbatasan dan membangun membuat konsep membangun dari pedesaan, supaya tidak terjadi urbanisasi ke kota-kota," pungkas Mendagri.(p/ab)